top of page

[Book Review] Siapa Yang Memasak Makan Malam Adam Smith?

  • Writer: Syllia Stera
    Syllia Stera
  • Jul 10, 2021
  • 4 min read

Updated: Jul 11, 2021




Judul: Siapa Yang Memasak Makan Malam Adam Smith? - Kisah Tentang Perempuan dan Ilmu Ekonomi (Det enda könet : varför du är förförd av den ekonomiske mannen och hur det förstör ditt liv och världsekonomin)

Penulis: Katrine Marcal Bahasa: Indonesia (terjamahan dari Bahasa Inggris dan Swedia) ISBN: 978-979-1260-99-2

Summary:

Siapa yang tidak tahu Adam Smith, sang bapak ekonomi modern? Menurut Adam Smith, manusia pada hakikatnya adalah homo economicus- manusia ekonomi. Manusia adalah mahluk yang mementingkan kebutuhan hidupnya sendiri. Berdasarkan teori tersebut, manusia ekonomi adalah orang yang dingin, rasional, perhitungan. Prioritasnya adalah pemenuhan kebutuhan hidupnya, bukan hal-hal seperti emosi, sentimental, dan lain-lain.


“Manusia ekonomi tidak ada- setidaknya dalam kenyataan. Namun kita tetap berpegang erat-erat kepadanya. Seberapapun ia dikritik, ia tetap bersinonim dengan ilmu ekonomi dan kita membiarkannya mengambil ruang yang makin lama makin banyak dalam kehidupan kita”

Manusia ekonomi digambarkan sebagai mahluk yang rasional. Emosi bukanlah yang dibahas sama manusia ekonomi, dan hal ini dijadikan landasan bagi para ahli ekonomi untuk membuat berbagai teori ekonomi, dan prediksi naik turun komdisi pasar. Bahkan muncul juga neo-liberalisme yang menggunakan negara untuk mengatur ekonomi. Prinsip manusia ekonomi dipegang sebegitu kuat sampai sampai kita berusaha memasukannya ke dalam berbagai aspek kehidupan kita yang sebenarnya nggak berhubungan sama ekonomi.


"Feminisme terus berkutat dengan persoalan uang.”

“Salah satu masalah dari patriarki adalah bahwa ia melahirkan cara-cara yang tak memadai untuk mengukur perekonomian. Padahal pengukuran itu penting”

Lalu apa hubungan semua ini dengan feminisme? Menurut Marcal, pada dasarnya kehidupan ekonomi masih dipasag di standar laki-laki. Segala teori soal manusia ekonomi yang rasional, perhitungan, dan dingin itu sering dikaitkan dengan aspek maskulin, menjadi ciri seorang laki-laki. Sementara sifat emosional dan irasional banyak dikaitkan dengan ciri perempuan. Kalau dimasukkan ke teori manusia ekonomi, berarti perempuan nggak bisa dihitung sebagai manusia ekonomi karena dia nggak memenuhi ciri tersebut. Makanya in real life, banyak kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang ekonomi, dan berbagai macam pekerjaan yang identik dilakukan oleh perempuan (seperti mengurus rumah tangga, perawatan, dll) cenderung tidak dianggap sebagai kegiatan ekonomi yang produktif.


Tapi apakah manusia bisa menjadi manusia ekonomi seutuhnya? Kenyataannya, manusia sering kali bertindak tidak sesuai seperti manusia ekonomi. Kita seringkali bertindak tidak rasional dan menggunakan emosi dalam menentukan berbagai pilihan dalam kehidupan. Para ahli ekonomi bersikukuh kalau manusia ekonomi itu nggak ada hubungannya sama gender, tapi kenyataannya berbeda. Kalau katanya Adam Smith, ada ‘tangan tak terlihat’ yang membuat semua kegiatan ekonomi berjalan dengan lancar. Bisa dibilang, peran wanita yang disebutkan diatas adalah salah satu contoh tangan tak terlihat itu.


Adam Smith bisa membuat teori ekonomi karena tanpa sadar, di belakang layar ada ibunya membantu kehidupan sehari-harinya. Bisakah dia fokus berpikir dan bikin teori ini itu kalau pikirannya masih harus terbagi sama hal remeh temeh seperti masak makan malam dan bersihin rumah? Mungkin kelihatannya sepele, tapi hal kecil seperti ini nggak bisa diremehkan.


Tapi sayangnya, hal-hal seperti sering dilupakan oleh para ahli ekonomi. Para ahli ekonomi merasa asalkan kita selalu logis dan rasional pasti semua bisa berjalan dengan baik, padahal sebenarnya tanpa ‘tangan tak terlihat’ ini kegiatan ekonomi dunia tidak akan bisa berjalan dengan lancar.Karena itulah, menurut Marcal, penting bagi kita untuk memahami perspektif feminis dari ilmu ekonomi.


“Jika ilmu ekonomi memang hendak turut memecahkan masalah-masalah umat manusia, ia tidak bisa terus menerawang buta pada dunia fantasi maskulin yang cuma mengenal satu jenis kelamin”

Jujur, awalnya aku tertarik dengan buku ini bukan karena topiknya. Aku tertarik karena desain covernya yang sepintas kelihatan kayak novel romance ala-ala Harlequin tahun 2007 an. Kukira awalnya ini novel, tapi pas baca blurb nya ternyata buku esai ekonomi. Cuma karena udah terlanjur kepo jadinya ujung-ujungnya beli juga, deh.


(By the way, cover versi terjemahan Indonesia lebih lucu daripada versi Swedia dan English)


Awalnya aku agak ragu apakah bisa nangkep pembahasan ekonomi di buku ini karena ekonomi adalah ilmu sosial yang aku paling nggak suka, dan aku nggak punya banyak basic knowledge di topik ini. Tapi ternyata pembahasannya mudah dimengerti bahkan buat awam ekonomi kayak aku. Memang sih penjelasannya cukup panjang dan padat sehingga lumayan bikin pusing (apalagi di bagian penjabaran mengenai berbagai teori ekonomi) , tapi runtut dan methodical jadi ketika kita sampai di main topic, kita bisa langsung mengerti apa kaitan penjabaran sebelumnya dengan topik yang kita bahas saat ini.


Now here comes the main topic: ekonomi dan feminisme. Waktu membaca buku ini aku merasa kalau aku belajar banyak hal menarik. Tapi berhubung aku sendiri juga nggak punya basic knowledge tentang ekonomi, aku berusaha mencari pandangan lain tentang buku ini.


Yang menarik, ada banyak pendapat yang bertolak belakang tentang buku ini. Bagi beberapa orag ini adalah pembahasan menarik tentang ekonomi karena dilihat dari segi feminis. Tapi dari sudut pandang para ahli ekonomi, this book is just so so bad karena oversimplifying teori ekonomi yang sesungguhnya.


But well, like I said before, I have no knowledge whatsoever soal ekonomi jadi aku sendiri nggak bisa komentar banyak soal kebenaran teorinya. Tapi aku setuju bahwa pembahasan soal ekonominya itu panjang banget dan ujung ujungnya pembahasan tentang hubungan ekonomi dengan feminisme cuma sedikit. Sedikit kecewa di bagian situ karena aku juga berharap ada penjelasan mengenai feminisme yang sama runtutnya seperti ketika dia menjelaskan tentang berbagai teori ekonomi.


Tapi apakah itu semua membuat buku ini tidak bagus? Menurutku nggak juga, karena meskipun ada beberapa kekurangan dan beberapa pembahasannya mengenai sisi feminin dari ekonomi memang ada yang agak terlalu far-fetched, but well, inti dari masalah yang ingin disampaikan bisa ditangkap dengan baik. Dan menurutku, itulah yang terpenting.

Buku ini adalah kritik dari seorang perempuan terhadap dunia ekonomi yang mengedepankan maskulinitas dan mengabaikan perempuan, dan sebagai akibatnya malah jadi kacau balau. I won’t call myself a feminist karena ideologi ngotot kaum feminis saat ini nggak cocok denganku (i’m all for kesetaraan gender, tapi kalau eksekusinya bodoh mah ogah) tapi ya at some point bisa relatable. Secara pribadi, aku suka buku ini karena memberikan wawasan baru buatku yang buta ekonomi.


Jadi bagi yang mau belajar soal perkembangan ekonomi dunia dan feminisme sekaligus, buku ini adalah buku yang tepat. Kalaupun nggak tertarik dengan feminismenya, pembahasan mengenai ekonomi dan efek sampingnya disini cukup jelas sehingga bisa dinikmati orang yang newbie banget soal ekonomi dan yang nggak berminat sama feminisme.


Oh and by the way, kalau berminat baca buku ini mungkin bisa suka juga membaca buku tulisannya Dan Ariely, Predictably Irrational. Karena ada juga bagian di buku ini yang membahas soal kerugian memasukkan ekonomi dalam aspek kehidupan sosial, pasti bisa nyambung juga dengan pembahasannya Ariely mengenai hal itu. Aku sempat bikin reviewnya juga beberapa waktu lalu, jadi bagi yang berminat silahkan cek di sini.


Rating: 4/5

Comments


Post: Blog2_Post

Subscribe Form

Thanks for submitting!

  • Facebook
  • Twitter
  • LinkedIn

©2021 by Syllia's Book Trail. Proudly created with Wix.com

bottom of page