top of page

[Book Review] Predictably Irrational

  • Writer: Syllia Stera
    Syllia Stera
  • Apr 9, 2021
  • 4 min read

Updated: Jul 4, 2021


Judul: Predictably Irrational: The Hidden Forces That Shape Our Decisions

Penulis: Dan Ariely

Bahasa: Bahasa Inggris

ISBN: 978-0061353246


Ditulis oleh Dan Ariely, Predictably Irrational adalah buku mengenai behavioral economics and science yang mengajak kita untuk berpikir kembali mengenai penilaian kita tentang rationality, judgement and decision making. Mungkin kelihatannya berat, tapi disini kita bukan belajar mengenai teori ekonomi dan gono-gininya, melainkan penekanan ke behavior manusia itu sendiri.


Buku ini terbagi menjadi 10 bagian: The Truth about Relativity, The Fallacy of Supply and Demand, The Cost of Zero Cost, Being Paid vs. A Friendly Favor, Emotion in Decision Making, The Problem of Procrastination and Self-control, The High Price of Ownership, The Effect of Expectations, dan The Power of Placebo.


The Truth about Relativity membahas mengenai kebiasaan manusia buat membandingkan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Mulai dari paket perjalanan wisata sampai achievement pribadi, semua dibanding-bandingin. Dan kebiasaan membandingkan inilah yang biasanya membuat kita jadi merasakan berbagai emosi negatif seperti jealousy and inferiority.


The Fallacy of Supply and Demand membahas tentang imprinting yang tanpa kita sadari juga melekat dalam kebiasaan kita. Dalam case ini, Ariely memberikan contoh mengenai anchor price: harga pertama yang tersimpan dalam memori kita adalah yang menjadi standar bagi kita dalam kegiatan belanja berikutnya.


The Cost of Zero Cost membuat kita berpikir lagi nilai dari sebuah benda yang ‘gratis’. Menurut Ariely, semua transaksi itu pasti ada downside dan upsidenya. Di dunia ini ga ada hal yang bener-bener cuma-cuma, kita hanya membayarnya dengan ‘harga’ lain aja selain uang.Tapi begitu denger kata FREE! manusia cenderung langsung khilaf dan lupa soal tersebut. Makanya banyak diantara kita yang suka tergoda BUY ONE GET ONE promo barang yang ga kita butuhin, karena kata FREE memberikan ilusi kalau kita ga perlu mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan suatu hal.


Being Paid vs. A Friendly Favor mengajarkan kita buat membedakan social norms dengan market norms, dan untuk tidak mencampur-adukkan kedua hal tersebut. Mencampur adukkan social dan market norms biasanya akan bikin masalah, karena manusia pada dasarnya nggak suka kalau perbuatan baiknya dinilai dengan uang.


Emotion in Decision Making mengajak kita buat introspeksi diri. Sebagai 'orang baik-baik', tanpa sadar kita memposisikan diri kita di high moral ground. Ariely membahas bahwa mudah buat kita untuk punya standar moral yang tinggi ketika sedang dalam keadaan ‘waras’ tanpa ada masalah. Tapi ketika dalam keadaan terdesak, apakah kita masih bisa pasang standar moral tinggi-tinggi? Sayangnya tidak. Oleh karena itu, Ariely menyarankan untuk membuat safety net buat diri sendiri supaya ketika kita dalam keadaan yang tidak memungkinkan buat berpikir waras kita masih bisa meminimalisir damage dan ga jatoh-jatoh banget.


The Problem of Procrastination and Self-control. Nah ini pembahasan menarik buat kaum mager dan rebahan. Mager adalah sebuah hal yang terelakkan, lalu gimana cara mengatasinya? Pertama, exercise self control. Tapi kalo self control-nya lemah ya piye? minta bantuan orang buat ‘mempolisikan’ kita. Iya, gitu doang. Sesederhana itu, tapi sulit buat dilaksanakan ya.


The High Price of Ownership membahas soal tendesi kita untuk overvalue what we have. Emotional attachment membuat kita ngerasa bahwa barang milik kita adalah benda yang sangat berharga, dan layak dihargai tinggi. Padahal mungkin kalau dilihat secara objektif sebenernya value-nya nggak tinggi-tinggi amat. Oleh karena itu disini ditekankan bagi kita buat bisa berpikir secara objektif supaya tidak overvaluing things.


The Effect of Expectations membuat kita berpikir kalau tanpa sadar ekspektasi membentuk stereotype dalam kehidupan. Menurut Ariely, ekspektasi mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan dan bisa membutakan kita dari fakta.


The Power of Placebo membahas soal, well, a placebo. Kita semua tahu dengan kekuatan placebo semua jadi mungkin karena kita udah terlanjur percaya buta sama placebonya. Banyak produk yang memanfaatkan placebo effect ini untuk menjual brandnya, dan menurut Ariely, sisi moral dari pemanfaatkan placebo effect ini masih harus diteliti lagi karena masuknya ke grey area.



Awalnya aku tertarik baca karena disini karena dari blurb-nya ngomongin tentang rationality and decision making. Tapi begitu baca bab pertama, I was like, ‘mampus, ini mah behavioral economics’ dan jujur langsung jiper karena, yah, I know jack shit about economics. Tapi akhirnya kucoba lanjut baca and hey, makin kebelakang aku merasa bahwa ini nggak terlalu ngomongin soal ekonomi banget, malah sebenarnya relatable dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tenang aja, nggak perlu jadi pengusaha atau mahasiswa fakultas ekonomi buat bisa memahami buku ini.


IMO, inilah daya tarik utama buku ini. Kita nggak perlu jadi pakar ekonomi buat memahami apa yang dibahas di buku ini, tapi masih bisa dapat sesuatu yang bahkan bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang bahkan nggak ada hubungannya dengan kegiatan ekonomi. Apalagi gaya bahasanya ringan dan easy to understand, jadi enak banget baca buku ini. Rasanya kayak dapet enlightment tanpa ada rasa diceramahin.


“Our irrational behaviors are neither random nor senseless—they are systematic and predictable. We all make the same types of mistakes over and over, because of the basic wiring of our brains.”

Quote diatas adalah inti dari buku ini. Hal-hal yang tadinya kita anggap udah cukup rasional, ternyata jika dipikir berkali-kali dengan kacamata yang lebih objektif ternyata ga rasional juga karena settingan otak kita memang kayak gitu. Well, namanya juga manusia, jadi ga mungkin kita bisa 100% selalu bertindak rasional, kan.


Di buku ini Ariely udah nge-list apa aja hal-hal irasional yang sering kita lakukan. Lalu, apa yang bisa kita lakukan buat menghindari tindakan irasional, terutama yang merugikan? Caranya simpel: always think twice before doing something. Exercising self control and thinking twice selalu bisa menyelamatkan kita dari hal-hal yang merugikan, jadi nggak ada salahnya untuk mengurangi sikap impulsif dan mulai berpikir dua kali sebelum bertindak, kan?


(Tapi ya, asal ga kelewatan, sesekali bertindak irasional juga gapapa kok. We're humans, and humans prone to irrational behavior. Jadi ga usah memaksakan diri buat selalu objektif dan rasional 100%, nikmatin aja hidup ini dengan segala irrationalitynya)


All in all, buku ini enak dibaca buat yang masih newbie dan mau belajar soal behavioral economics, atau bahkan buat kehidupan sehari-hari yang nggak ada kaitannya sama ilmu ekonomi. Aku sendiri merasa tercerahkan dan banyak mikir "Wah iya, bener juga ya. Gw sering ngelakuin ini nih." ketika baca buku ini. Bener-bener bacaan bagus yang bisa membuka wawasan baru, baik itu dari segi ilmu ekonomi maupun dari segi pemahaman tentang decision making.


Rating: 5/5

コメント


Post: Blog2_Post

Subscribe Form

Thanks for submitting!

  • Facebook
  • Twitter
  • LinkedIn

©2021 by Syllia's Book Trail. Proudly created with Wix.com

bottom of page