[Book Review] How To Be A Friend
- Syllia Stera
- Jul 4, 2021
- 4 min read

Judul: How To Be A Friend - An Ancient Guide To True Friendship (De Amicitia)
Penulis: Marcus Tullius CIcero Bahasa: English (terjamahan dari Latin) ISBN: 0691177198
Summary:
What could be sweeter than to have someone you can dare to talk to about everything as if you were speaking to yourself? How could you enjoy the good times of life if you didn’t have someone who was as happy about your good fortune as you are?
Another book from Princeton’s Ancient Wisdom Series. Topik yang dibahas kali ini adalah mengenai friendship atau persahabatan. Kali ini kita akan melihat pandangan Marcus Tullius Cicero, seorang filsuf dari jaman Romawi Kuno mengenai persahabatan.
Tulisan Cicero ini sebenarnya adalah surat untuk Atticus, temannya yang tinggal di Athena (tepatnya di daerah Attica). Dalam surat ini (dibukukan dalam bahasa Latin: De Amicitia), Cicero bercerita bahwa dulu dia mempunyai seorang guru bernama Quintus Mucius Scaveola, dan Scaveola ini mengajarinya tentang makna persahabatan sesuai dari apa yang dulu didengarnya dari ayah mertuanya, Laelius.
Dikisahkan kalau saat itu Laelius sedang berduka karena teman baiknya, Scipio baru saja meninggal. Sebagai menantu yang baik, tentu saja Scaveola dan Gaius Fannius (keduanya adalah menantu Laelius) memutuskan buat menengok mertua mereka. Selama acara kunjungan ini, mereka pun mengobrol mengenai pandangan Laelius mengenai persahabatan.
Pada dasarnya, dalam surat tersebut Cicero membahas berbagai wejangan mengenai persahabatan yang baik, yaitu:
1. Ada berbagai macam persahabatan, mulai dari yang tulus sampai yang tujuannya simply for profit. Tapi perssahabatan yang baik adalah persahabatan yang tidak memandang keuntungan. Justru persahabatan yang baik malah memberikan keuntungan tanpa kita yang mencarinya
2. Orang yang bermoral baik akan mendapatkan teman yang baik juga. Sedangkan persahabatan antara orang yang bertabiat tidak baik tidak bisa disebut sebagai persahabatan sejati.
3. Bertemanlah dengan siapa saja tanpa memandang umur dan kelas sosial. Tapi bukan berarti kita asal memilih teman. Tentu saja kita tetap harus pilih-pilih teman mana yang bisa memberikan pengaruh baik pada kita.
4. Persahabatan akan terus berubah karena sifat manusia akan berubah seiring berjalannya dengan waktu. Mungkin saat ini kita sedang dekat sama seseorang, tapi suatu saat mungkin kita tidak akan sedekat dulu lagi, dan malah lebih dekat dengan orang lain. Tapi bukan berarti kita harus meninggalkan teman lama dan mencari yang baru. Justu merupakan hal yang baik jika kita bisa memelihara persahabatan yang sudah terjalin sudah lama hingga sekarang.
5. Jangan meminta teman untuk melakukan hal yang tidak baik. Sebaliknya, jika teman meminta kita untuk melakukan hal yang baik kita juga harus berani menolak.
Inti dari pemikiran Cicero mengenai persahabatan adalah bangunlah persahabatan yang penuh dengan kebajikan.
I urge you to strive for virtue, for without it friendship cannot exist. And friendship, aside from virtue, is the greatest thing we can find in life.

Berbeda dengan Ancient Wisdom series sebelumnya yang ditulis dalam bentuk esai, De Amicitia ini ditulis dalam bentuk script dialogue. Percakapan dalam script ini adalah sebuah kejadian fiktif, tapi pemikiran yang disampaikan di sini adalah asli pemikiran dari Cicero sendiri.
Gaya menulis script dialogue seperti ini cukup asyik buatku. Biasanya kan pemikiran para filsafat ini ditulis dalam bentuk narasi pribadi. Tapi gaya penulisan yang seolah-olah menceritakan dialog antara beberapa orang ini juga merupakan penulisan yang menarik (walaupun ujung-ujungnya kebanyakan narasinya dari dialog Laelius sih) karena seakan-akan kita sedang membaca naskah drama.
Anyway. Sama seperti buku buku di seri ini sebelumnya, walaupun ini adalah tulisan dari jaman Romawi Kuno, masih banyak pelajaran yang bisa kita terapkan bahkan dalam kehidupan modern di abad 21 ini. Salah satunya adalah bagian dimana Cicero mengajak kita untuk menghindari toxic friendship dimana kita nrimo aja ketika teman kita minta kita melakukan hal yang tidak baik, atau membiarkan teman kita melakukan hal yang tidak baik. Ini agak mengingatkanku sama pembahasan soal boundaries in relationship yang dibahas oleh buku Boundaries.
It seems to me that friendship arises from nature itself rather than from any need, along with an inclination of the soul joined with a sense of love rather than a calculation of how useful the relationship might be.
If anyone thinks that such feelings arise from weakness and are simply about gaining something you lack from someone else, they are granting friendship a far too humble and lowly origin.
Bisa dibilang Cicero ini punya idealisme yang tinggi banget soal friendship. Persahabatan di mata Cicero itu isinya harus hal yang baik-baik saja- nggak boleh pamrih, nggak boleh toxic satu sama lain, dan harus ngasih pengaruh positif. Personally, it sounds unrealistic to me. Soalnya hampir nggak mungkin memenuhi semua standar kriteria temen yang baik versi Cicero, mengingat kita sebagai manusia pasti secara sengaja ataupun tidak sengaja pernah toxic juga ke temen kita, dan temen kita pun juga pasti ada kelakuannya yang toxic. Yang bisa kita lakukan adalah mencoba untuk setidaknya mendekati standar tersebut karena sebagai manusia, nggak mungkin kita bisa sesempurna itu kan.
Standar yang luar biasa tinggi dan nggak realistis ini juga membuatku bertanya-tanya: apa Cicero sendiri sudah jadi teman yang baik dan melaksanakan semua ajarannya itu? Atau dia hanya merasa sudah menjalankannya, padahal sebenernya dia sendiri juga nggak sebijak itu?
Well, despite the unrealistic demands, dapat diakui kalau pemikiran Cicero ini ada benarnya juga dan masih bisa kita aplikasikan dalam hubungan pertemanan di jaman modern ini. Semua hal yang ditulis Cicero tentang persahabatan ini kurang lebih sama dengan apa yang dibahas oleh berbagai website, penulis dan coach modern tentang definisi persahabatan yang baik. Ini adalah bukti bahwa pemikiran-pemikiran ini bisa bertahan dan tetap relevan hingga puluhan, ratusan, ataupun ribuan tahun kemudian.

Hmm, how to say it. Objectively speaking, this is definitely a good work. Penjabaran Cicero mengenai persahabatan yang baik dan sehat sangatlah menarik dan relevan bahkan di jaman modern ini. My only problem with this is, as good as it sounds, it doesn’t sound realistic to me.
That’s about the content. Kalo buat secara personal sih, well, buatku seri Ancient Wisdom yang sebelumnya kubaca (How To Keep Your Cool) masih lebih best daripada yang ini. Mungkin karena yang dibahas di Da Ira lebih relatable dengan situasi dan personality aku ya, jadinya aku bias untuk soal ini.
By the way, untuk Ancient Wisdom series berikutnya aku mau baca How To Be Free, Semoga buku berikutnya bisa se-’relatable’ How To Keep Your Cool!
Comments