[Book Review] The Midnight Library
- Syllia Stera
- Jul 15, 2021
- 3 min read
Updated: Aug 24, 2021

Judul: The Midnight Library Penulis: Matt Haig Bahasa: Bahasa Inggris
ISBN: 978-0525559474
Summary:
Nora Seed mengalami rentetan kesialan dalam satu hari- dimulai dari kucing peliharaan mati ditabrak, dipecat dari tempat kerja, ribut sama orang yang dulu pernah jadi teman dekat, dan terakhir, disemprot orang tua dari murid les pianonya. Ditambah dengan depresi berkepanjangan yang tak kunjung sembuh, Nora akhirnya merasa sudah tidak kuat lagi hidup di dunia ini dan memutuskan untuk bunuh diri dengan cara overdosis.
Namun ketika sadar, Nora mendapati dirinya berada di sebuah perpustakaan besar. Pengurus perpustakaannya sangat mirip dengan pengurus perpustakaan sekolahnya dulu, Mrs. Elms. Menurut penjelasan Mrs. Elms, Nora masih belum mati- saat ini jiwanya berada di perbatasan antara hidup dan mati sebagai akibat dari banyaknya penyesalan yang dia rasakan selama hidup.
Mrs. Elms menawarkan untuk mengulang kembali hidup Nora dalam sebuah skenario what if- Bagaimana kalau seandainya Nora mengikuti kata hatinya dalam suatu titik, sehingga bisa mengubah masa depan dan menjalani hidup tanpa rasa penyesalan. Dan jika tidak puas dengan kehidupan itu, dia masih boleh kembali ke perpustakaan untuk mencari mana kehidupan yang cocok dengannya.
Awalnya Nora menolak karena merasa dia sudah capek hidup, namun setelah Mrs. Elms memperlihatkan betapa banyaknya penyesalan Nora atas berbagai pilihan hidupnya, akhirnya Nora pun mau mencoba untuk menjalani hidup dimana dia mengubah pilihannya. Dengan demikian, dimulailah perjalanan panjang Nora untuk menemukan kehidupan dan versi dirinya yang paling baik dan paling memuaskan.

Setiap buka media sosial, selalu ada orang yang merekomendasikan buku ini sebagai salah satu novel fiksi terbaik. Dan toko buku online juga sering banget kehabisan buku ini karena sepertinya buku ini best seller banget. Aku bukan fan selera mainstream, tapi karena review bagus melulu jadinya aku pun ikut mencoba baca buku ini. Dan well, ternyata tidak terlalu mengecewakan.
Premise cerita dimana karakter utama mati dengan penuh penyesalan namun lewat suatu keajaiban dapat kesempatan untuk mengulang kembali hidupnya dan membuat pilihan berbeda dan merubah jalan hidupnya sudah bukan hal baru buatku. Malah bisa dibilang ini adalah overused tropes saking seringnya dipakai terutama di novel-novel fantasy Korea dan Jepang. Jadi jujur, kalau dari segi plot buku ini sudah nggak seru lagi buatku karena I’ve read enough isekai and redo life novels to know where this is going.
So instead, I took enjoyment in the character study. Menurutku, Matt Haig menggambarkan karakter Nora dengan sangat realistis disini. Nora adalah tipikal orang depresi yang, well, jujur, menyebalkan dan nyusahin karena dikit-dikit self pity dan terlalu emosional untuk bisa tetap functional dalam kehidupan normal. Sebagai orang yang pernah berurusan dengan orang depresi tipe ini, aku berani jamin kalau karakterisasi Nora ini adalah sebuah penggambaran real tentang orang depresi yang sebenarnya.
Petualangan Nora untuk mendapatkan kehidupan terbaik juga cukup menarik karena petualangan disini bukan dalam pengertian adventure, melainkan petualangan menjalani kehidupan dengan segala suka dukanya. Semacam slice of life, tapi yah, seperti yang kita tahu, menjalani kehidupan sehari-hari terkadang lebih sulit dibanding satu petualangan yang butuh keberanian nekat dalam sekejap.
Jadi, kudos to Matt Haig for making such realistic characterization, dan kudos juga karena sudah mengangkat tema mental health dengan cerita yang apik dan karakter yang real seperti ini. Selain itu, Haigg juga banyak memasukkan referensi filsafat disini (karena diceritakan bahwa Nora adalah lulusan Fakultas Filsafat). Salah satu poin plus juga buatku karena akhir-akhir ini aku lagi tertarik dengan pembahasan filsafat.
So yeah. Seperti yang dikatakan orang-orang, ini adalah salah satu novel fiksi yang bagus. Memang premisenya biasa aja, tipikal depressed loser who got second chance to redo life through magical experience dengan ending yang gampang ditebak. Tapi karakterisasi yang realistis dan delivery-nya apik membuat premise yang biasa menjadi luar biasa.

Now, this is weird. I have complicated feelings about this book. Di satu sisi, aku udah bosen sama cerita bertema redo-ing life dan aku benci banget sama karakter utamanya. Tapi di sisi lain, aku suka dengan penggambaran kepribadian Nora yang real seperti layaknya orang depresi betulan (walaupun menyebalkan), cara penyampaian ceritanya yang sedikit misterius tapi fullfiling, dan pembahasan tentang isu mental healthnya.
Well, in a way melihat karakter Nora ini jadi refleksi tersendiri buatku supaya bisa tetap teguh dengan prinsipku untuk selalu menerima konsekuensi dari pilihan, entah yang berakhir baik atau buruk. Jadi yang sedang merasa galau dengan berbagai pilihan kehidupannya, mungkin bisa baca buku ini dan belajar dari petualangan Nora menyelami berbagai kehidupan. Bagi yang tertarik dengan isu mental health juga bisa baca ini buat referensi tentang bagaimana tindakan dan pola pikir orang yang depresi.
Last but not the least, a little advice: Don’t be like Nora, folks. Live your life, make your own choice, and never regret them no matter what the consequences. And never think that you can, and have to save everyone (because you can’t).
(By the way, aku jadi kepikiran- apakah karakterisasi Nora yang seperti ini adalah gambaran mentalitas white people yang punya savior complex dan maunya nerima hal baik aja tanpa menerima yang buruk?)
Comentários